Jumat, 30 Juli 2010

VAS BUNGA KESAYANGAN BU NISA


“ Tettttt…. tetttt….” Bel sekolah berbunyi. Semua murid berhamburan keluar kelas, kecuali Niko, anak laki-laki yang dijuluki Si sial sebab ia selalu melakukan kecerobohan yang menggelikan.
Billy masih ada di dalam kelas untuk membantu Niko piket. Padahal biasanya ia selalu bermain baseball bersama anak laki-laki lainnya. Baru saja Billy mau mengambil sapu, tangannya sudah ditarik oleh Rihan, “Billy…. Ayo ke lapangan!! Teman-teman sudah menunggu… kau ikut tim merah” katanya. “I-iya Han” angguk Billy cepat.

Sesampainya di lapangan teman-temannya yang lain protes.
“Kenapa telat sih?” kata Zaid
“Iya nih… kita sudah menunggumu lama sekali!”
“Iya iya maaf.. yuk sekarang kita mulai saja!” kata Billy sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Billy menjadi pemukul bola pertama, Ia sedang berkonsentrasi pada bola yang akan dilempar oleh Zaid.Ia juga sedang memikirkan cara agar bisa selamat sampai di base dua tanpa tertangkap.
“Tokk…” Billy berhasil memukul bolanya. Dan ia juga berhasil berlari ke base dua tanpa tertangkap. Tim merah akhirnya menang telak hari itu.

Semua murid telah pulang, Billy mencoba memukul bola yang dilempar Beni sekali lagi. Namun tiba-tiba , “PRAAANG” Billy mencari asal suara itu, sedang Beni bergegas pulang karena takut terjadi sesuatu.

“Beniiiii.. ahh… sekarang pasti hanya aku yang diomeli” guman Billy sambil terus mencari bola yang tadi dipukulnya. Sepertinya suara keras tadi berasal dari kelasnya sendiri. Yupp………. kelas 4C.
“Ni… Niko kau tidak apa-apa?” teriak Billy setelah melihat Niko dengan luka goresan di lengannya yang tak terlalu parah.
“Saat aku mmm…mau…..pu….pulang.. huk huk… tiba-tiba bola ini memecahkan kaca dan vas bunga kesayangan… huk.. Bu Nisa” Niko berusaha menerangkan sambil meringis kesakitan.
“Apakah kau yang melempar bola itu?” lanjutnya.
“Eh… bu bukan, saat aku mau pulang, tiba-tiba ada suara kaca pecah” kata Billy gugup karena berbohong. Terdengan suara langkah kaki, dua anak laki-laki itu ketakutan.

“Ada apa ini? barusan Ibu mendengar suara kaca pecah dan… oh vas bunga kesayanganku…” seru Bu Nisa sedih. “Siapa pelakunya? Apakah kalian melihatnya?” lanjut Bu Nisa. Kedua anak itu saling memandang.
“Paling bola ini Bu” ujar Niko polos.
“Huh kamu bercanda.. mungkin ada yang melemparnya ke kaca kelas ini Bu!” kata Billy, padahal dialah pelakunya.
“Sudah… Ibu mau mendengar penjelasan kalian. Billy silahkan tunggu di ruang guru, dan kau Niko cepat ke ruang kesehatan, obati lukamu !” perintah Bu Nisa lantang.
“Baik Bu” jawab Billy dan Niko serempak.

***

“Iya Bu, kata Bu Nisa ada yang ingin dibicarakan jadi aku pulang terlambat ya Bu”, Billy dan Niko menelpon orangtua mereka masing-masing, setelah itu mereka berlalu ke ruang guru.
“Permisi” ujar mereka berdua dengan nada datar dan kikuk.
“Jadi pada saat Niko akan pulang, tiba-tiba bola ini memecahkan kaca? Benar begitu Niko?” tanya Bu Nisa sambil menyodorkan bola yang ditemukan di TKP. Niko mengangguk lemas.
“Jangan bilang ini kesalahanku” batin Niko dalam hati, sepertinya ia sangat khawatir.
“Lalu… bagaimana denganmu Billy?” tanya Bu Nisa lagi
“Ti.. tidak Bu! Saya… saya memang memukul bola… tapi waktu itu saya dan teman-teman
memang sedang bermain base ball dan saya mendapat giliran pertama memukul bola, pukulan saya home run, tim saya menang tadi.” Kata Billy berapi-api tapi tetap menyembunyikan kejadian saat dia memukul bola di luar pertandingan tersebut.
“Hmmm… jadi siapa yang melempar bola sampai memecahkan kaca dan vas bunga kesayangan saya ini ya?” guman Bu Nisa

“Kalau begitu… kalian boleh pulang, maaf telah menunda waktu pulang kalian” kata Bu Nisa menyesal. “Iya Bu” Billy dan Niko menjawab serempak

***

Setelah mandi di sore hari, Billy termenung di tempat tidurnya, ia merasa bersalah telah berbohong pada Bu Nisa dan Niko.
“Bagaimana ini?... ini kan semua kesalahanku. Aku harus meminta maaf kepada Bu Nisa dan Niko. Tapi… nanti Bu Nisa akan bilang pada ibuku dan aku pasti kena marah. Ah, tapi kejadian itu kan tidak disengaja, pasti mereka akan memaafkanku” gumannya.

***

Esok harinya, ketika jam istirahat….
“Niko, jam pelajaran kelima pelajaran apa sih? Tanya Billy tiba-tiba
“He? Pelajaran ke lima ya?... ng… kalo tidak salah sih pelajaran IPA” jawab Niko
“O ya Niko… saat pelajaran IPA, kau mau menemaniku… ststssstt pststss…” bisik Billy “Boleh” jawab Niko

Entah apa yang akan dilakukan Billy. Pada jam pelajaran kelima yaitu IPA, Billy dan Niko meminta izin kepada Bu Yati untuk bertemu dengan Bu Nisa. Tentu saja Bu Yati mengijinkannya.


“Ah.. kalian rupanya.. duduklah!” sambut Bu Nisa, “Sebenarnya ada apa?” lanjut Bu Nisa. “Begini Bu.. saya mau minta maaf pada Ibu dan Niko. Sebenarnya yang memukul bola itu adalah saya. Saya sangat menyesal telah memecahkan kaca jendela kelas dan vas bunga kesayangan Ibu Nisa juga membuat lengan Niko terluka” kata Billy.
“Eh? Jadi bola itu juga milikmu ya?” tanya Niko, Billy mengangguk lemah.
“Ooooh… kenapa kemarin kau tidak mengaku Billy? Ibu tidak akan memarahimu kok, kejadian itu tidak kau sengaja kan?.. lain kali kalau kau melakukan kesalahan apalagi sampai membuat temanmu terluka, kau harus segera minta maaf” tutur Bu Nisa.
“Iya Bu, sekali lagi saya minta maaf. Maaf juga ya Niko, kau masih mau menjadi temanku kan?” tanya Billy memelas.
“Hehe.. tentu saja Billy, kau akan selalu jadi teman baikku” jawab Niko
Bu Nisa tersenyum menyaksikan keakraban kedua muridnya.

Misteri Tas Hilang


Pagi itu penuh tanda tanya, kalian tau kenapa? Begini ceritanya….
Pelajaran pertama adalah matematika, namun… Haekal tak membawa buku matematika beserta alat tulisnya. Maka… Haekal pun dimarahi Pak Alvin. Pelajaran kedua, adalah pelajaran Bahasa Indonesia, lagi-lagi Haekal tak membawa buku Bahasa
Indonesia, dimarahi lagi deh.

Karena heran, diam-diam aku menyelidikinya. Aku pun bertanya pada Haekal.
“ Kal… Kenapa kamu tak membawa alat tulis dan buku-buku pelajaran?” Aku
menghampirinya dengan wajah penuh tanda tanya.
“ Lys, pasti kamu tak percaya ini. Tapi ini benar-benar nyata.” Jawabnya dengan
wajah murung. ” Kenapa?” tanyaku heran. “ Tasku hilang Lys..” aku pun kaget
mendengarnya. Begitu pula teman-teman yang mendengar pembicaraanku dan
Haekal.

“ Ehh???... bener nih Kal?” tanya Dadi tiba-tiba.
“ Dimana-dimana?” sergap Eki.
“ Kenapa?” tukas Tiara. Namun Haekal tak juga menjawab, tentu saja.. sebab ia juga
tak tahu kenapa tasnya hilang. “ Menurut analisisku… orang yang dari tadi pagi ada di kelas itu, adalah pencurinya.” kata Ogy ” Sok tau kamu” jawab Ihsan. Semua terdiam.


“Aaaa artinya Mia dong yang mencurinya” Lulu menatap Mia lekat-lekat.
“Be-benar juga, dari tadi pagi kan Mia ada di kelas, Mia.. hanya kau yang tak
mempunyai alibi” lanjut Qulbi. Mia hampir menangis saat itu.
“ Mia tidak bersalah, ia juga mempunyai alibi. Sebab ia terus bersamaku dari tadi
pagi” kataku.

“ Lysa… artinya kau juga bersekongkol dengan Mia dong” kata Azhar. ”
Tidakkk!!!” kataku membela diri. Tiba-tiba Miss Rahmi datang, memang
pelajaran selanjutnya adalah Bahasa Inggris.
Karena keributan tadi… Aku jadi tak bisa menyelidiki kenapa tas Haekal hilang
deh, pikirku dalam hati “Tapi… Aku bisa menyelidikinya saat istirahat kok”


Bel istirahat pun berbunyi, aku langsung mengambil bekalku dari dalam tas dan
langsung menghampiri Haekal. Kesempatan bagus untuk menanyakan berbagai hal
pada Haekal, karena di kelas hanya ada aku, Haekal dan Mia.
Mungkin Mia masih sedih karena perdebatan tadi.


Aku mulai berbicara dengan Haekal, lagi pula.. sepertinya Mia tak boleh diganggu dulu.“ Umm… Boleh aku tanya beberapa hal tidak Kal?” tanyaku, sambil memakan roti gulaku. Haekal mengangguk lemas.
“ Begini… kapan kau ingat bahwa kau kehilangan tas?” aku mulai berbincang panjang lebar dengannya,” Saat bel masuk kelas berbunyi Lys.. Kamu tau kan kita harus mengeluarkan alat-alat yang sudah Pak Alvin tugaskan kemarin? Nah.. saat mau mengeluarkannya aku bingung kemana tasku” jawabnya dengan nada datar.


“ Oh ya… kamu naik jemputan kan? Apakah kamu merasa membawa tasmu saat itu?” tanyaku lagi sambil terus memakan bekal ku.
“ Tentu saja… sebab saat itu, aku mau memeriksa apakah sudah membawa peralatan yang ditugaskan Pak Alvin atau belum” jawabnya lirih.
“ Kamu memeriksanya dimana?” kataku lagi.
“ Setelah mau turun dari jemputan, aku ingat kalau mau lomba lari dengan Azhar, Dadi dan Ogy. Maka.. aku turun secepatnya dan lari menuju kelas, setelah menaruh tas aku berlalu ke lapangan,” jelasnya panjang lebar.


“ Kasus ini semakin terbaca!!” kataku dalam hati. Aku pun menutup kotak bekal ku dan berlari kecil ke meja Mia.
“ Mia.. aku tahu kok bahwa kamu bukan pelakunya.” Kataku menghiburnya. “ Lalu?” jawabnya, sepertinya ia sangat kesal.

“ Aku tahu benar bahwa kasus kali ini, tak ada pelakunya..” kataku sambil tersenyum geli, dan mengedipkan sebelah mata. Ternyata Hana dan Ghina mendengar pembicaraanku dan Mia, lalu berteriak keras-keras” Apa katamuu??? Tak ada pelaku dalam kasuss ini??? Yang benar saja??” aku kaget, bahkan teman-teman yang mendengarnya pun kaget juga.


Aduhh… kok Ghina dan Hana harus berteriak keras-keras begini sihh?? Bakal terjadi keributan lagi dehh… kataku cemas. Benar perkiraanku, teman-teman mendekatiku dengan wajah heran.
“Siapa yang berbicara begitu?” koor teman-temanku.” Benar… sok betul..” kata Ihsan. Suasana kelas jadi semakin gaduh.
“ Kalian tahu?? Yang bilang begitu adalah Lysa..” kata Hana tiba-tiba. Teman-teman saling memandang satu sama lain, dan menatapku lekat-lekat.
“ Jelaskan, jelaskan, jelaskan!!!” kata Rayhan yang memang selalu mengulang kata-katanya tiga kali. Aku mulai menjelaskannya.


“ Begini… semula memang tak ada pelaku dalam kasus ini, aku bilang begitu setelah mendengar cerita dari Haekal. Katanya ia terburu-buru ke kelas karena janji lomba lari dengan Azhar, Ogy dan Dadi. Benar bukan?” tanyaku pada Azhar, Ogy dan Dadi. ” I-Iya… kami sudah janji mau lomba lari dengan Haekal jam 06.00” jawab Azhar,” Namun Haekal tak juga datang” lanjut Dadi dan Ogy serempak.


“ Nah.. kata Haekal, sebelum ia turun dari jemputan, ia sempat memeriksa apakah ia sudah membawa barang-barang yang ditugaskan oleh Pak Alvin atau belum…. Tapi, karena ia teringat janjinya untuk lomba lari ia cepat-cepat berlari ke kelas… Nah pada saat itu Haekal lupa tak membawa tas.” Jelasku panjang lebar.


“ Ta-tapi… Aku benar-benar merasa membawa tas kok Lys..” ujar Haekal tiba-tiba,
“ Hanya merasa kan??” kataku dengan nada datar.” Ti-Tidakk… Aku benar-benar mambawa tas kok..” teriak nya membela diri.” Kamu bisa membuktikan nya tidak???” tanyaku.
“ Betul, betul, betul” kata Rayhan.” Atau begini saja.. setelah pulang sekolah kita beramai-ramai pergi ke jemputannya Haekal dan kita bisa membuktikan, siapa yang keliru. Haekal atau Aku…” jelasku panjang lebar” Yang jelas Mia tak bersalah” lanjutku.


Setelah bel pulang berbunyi, semua teman-temanku , termasuk aku, pergi ke tempat jemputan Haekal. Namun tiba-tiba Pak Banu supir jemputan Haekal mebawa tas ransel bergambar ‘Iron Man’. Itu..seperti tas ransel milik Haekal!!!! Ya… memang punyanya.

“ Lho…??? Ini kan tas punyaku, dimana Pak Banu menemukannya?” sahut Haekal tiba-tiba.” Ini lho.. saat Bapak mau mengambil jaket di mobil, Bapak menemukan tas ini!” jawab Pak Banu sambil menyodorkan tangannya yang sedang memegang tas tersebut kepada Haekal.

“ Bagaimana Haekal?? Siapa yang menang??” kataku sambil tertawa kecil.
“ Iya dehh…. Kamu menang Lys..” katanya dengan nada datar.” Haekal-Haekal… makanya, jangan marah dulu dong…” kata Lulu dan Qulbi serempak sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Betul, betul, betul” sahut Rayhan, sepertinya ia setuju.” Wooo…. Haekal woo…” koor teman-temanku.
“ Lysa hebatt… Lysa hebatt!!” Koor teman-teman tiba-tiba” Lysa adalah Detektif Cilik!!!” teriak mereka lagi. Wajahku memerah karena malu.

MY NEW SPORT SHOES


AKU sangat menyukai pelajaran olahraga . Namun aku tak mempunyai sepatu yang cocok untuk olahraga, setiap kali aku berlari sepatuku selalu lepas di tengah jalan. Ugh… sebel deh!!

Ketika Aku, Mary dan Misa menuju kelas kami sehabis makan di kantin, kami bertiga melihat pengumuman di mading depan kelas 5 H.

“Hey….teman-teman lihat!” seru Mary sambil menunjuk mading kelas 5 H.
“Mmm….itu kan….” Misa melihat dengan saksama. ”Rissaaa…lihat itu, minggu depan akan ada Pekan Olahraga Sekolah…!!” lanjut Misa sambil menepuk bahuku. Aku langsung menoleh kearah mading itu.

“Wahh….bakal seru nihh kalau aku ikut lomba lari estafet bersama Frida , Alia dan Lisa….” kataku, ”Teman-teman, kalian ikut olahraga apa?” lanjutku sambil melirik kedua temanku.

“Hmmm….aku mau basket saja dehh…” ujar Mary senang, ia memang pandai bermain basket.
“Kalau kau Misa?” tanya ku dan Mary bersamaan.
“Mmmm…..Aku voli donggg….” jawabnya. TING TONG TING TONG bel tanda istirahat habis
berbunyi, murid-murid bergegas kembali ke kelasnya masing-masing.

***


“Ya…anak-anak kemasi barang-barang kalian dan boleh pulang!”seru Bu Lia lantang, Bu Lia adalah wali kelasku yang mengajar pelajaran kesenian , sejarah dan olahraga. Semua anakpun mengemasi barang-barangnya.

“Hey…Frida…” panggilku pada teman sebangkuku, ia adalah anak kepala sekolah. Frida menoleh ke arahku.
“Kenapa Risa?”
“Kenapa hari ini pulang cepat ya?” tanyaku.
”oooo….soal itu ya, Kamu tahu kan minggu depan akan diadakan Pekan Olahraga Sekolah…Nahh…karenanya guru-guru rapat untuk mengatur Pekan Olahraga Sekolah itu.” jawabnya panjang lebar.
”Oooo…Trims ya…!!” kata ku. Frida pun mengancungkan ibu jarinya.
***


Aku pun pulang ke rumah…
“Assalammualaikum….!!” Seruku. ”Waalaikumsalam” jawab Bunda. Ketika aku memasuki ruang tamu aku melihat Bunda sedang menonton MOM'S STYLE film kesukaannya.
“Tumben pulangnya cepat” kata Bunda sambil melirikku. Aku terdiam. ”Para guru rapat makanya pulangnya dipercepat.” jawab ku. ”Lalu?” ujar Bunda.

“Assalamualaikum….” terdengar suara dari luar rumah.
“Wa alaikum salam” jawabku dan Bunda bersamaan. Muncul seseorang dari ambang pintu. Ooo…ternyata itu Kak Rai, kakak laki-lakiku.

Kemarin Kak Rai dibelikan sepatu baru oleh Bunda karena ia berulang tahun. Padahal yang membutuhkan sepatu itu adalah aku. Rencananya aku mau mengikuti lomba lari estafet, sedangkan Kak Rai hanya mengikuti lomba karate, kan nggak perlu pake sepatu.

Aku sudah beberapa kali minta di belikan sepatu baru oleh Bunda, tetapi Bunda terus menolak , katanya ”Sepatumu kan banyak. Dan bagus pula..masih bisa kan dipakai dan belum sempit, kenapa kamu minta sepatu yang baru lagi?” Begitu jawabnya, padahal sepatu yang sekarang aku pakai pun tak cocok untuk lomba lari.

“Bunda…sepatu ini enak sekali dipakai..dan bagus..” ujar Kak Rai. Bagiku kata-kata itu seperti kata ejekan dan menyombongkan diri. Aku pun menjadi kesal sekali.
“Bunda…belikan sepatu untuk Risa dong…” kataku. ”Kata Bu Lia….Risa menjadi kapten tim lari estafet, jadi….Risa harus menang Bunda” pintaku dengan sopan.

Suasana menghening, aku sudah takut saja kalau Bunda marah dan mengatakan:”Tiddaakkk..!!! sepatumu kan masih banyak untuk apa kamu memintanya…sekarang pergilah kekamar mu…!!!” Mungkin jadinya begitu, akupun menatap Bunda.

Bunda tersenyum. ”Astaga….Bunda tersenyum…Apakah artinya….Akuuu…akan dibelikan sepatu?” pikirku dalam hati. Namun tiba-tiba… senyum manis Bunda menghilang. Aku khawatir kalau Bunda marah…sudah sering aku meminta kepada Bunda untuk dibelikan sepatu dan sudah sering pula aku dimarahi oleh Bunda.

“Kenapa…kenapa kau meminta sepatu lagi?” Tanya Bunda tiba-tiba ”Eh?,” aku tentu heran
“Sepatumu kan banyak…kalau dihitung sepatu yang baru kau beli ada tiga, yang sudah lama tapi masih bagus ada lima… apakah masih belum cukup?” jelas Bunda panjang lebar.

“Me..memang sepatu Risa banyak Bunda…..Tapiii…..semua sepatu itu tidak untukkk olahragaa….” teriakku membela diri. Bunda kaget mendengarnya. Selama ini … aku dan juga Kak Rai belum pernah membantah dan berteriak didepan Bunda.

“Kalau begituu….pergilah ke kamarmu dan ganti baju….!!!! tolong jangan membicarakan sepatu…sepatu..dan sepatu lagii…Bunda sedang puuussiiinggg…” seru Bunda lantang. Karena kesal aku pun berjalan ke lantai dua menuju kamarku.

‘BRRAAKKK…’ aku membanting pintu kamarku. Tentu saja Kak Rai yang tadi ada di sebelah ku…terbengong-bengong menyaksikan pembicaraanku dan Bunda.
Sedih, kesal dan marah… bercampur aduk dalam pikiranku.

“Apakah aku harus bilang pada Bu Lia kalau aku tak jadi ikut lomba? ahh…tapii…bisa-bisa kelasku kalah dalam perlombaan nanti. Bagaimana dongg??”pikirku. Aku meneteskan air mata. Tak sadar pandanganku kabur, aku pun tertidur.
***


Tiba-tiba aku mendengar suara.
“Risaa…Risaa..” suara itu yang ku dengar. ”Risaa..Rissaa…bangun sayang….”lanjutnya..suara itu…suara itu adalah suara Bunda. Perlahan-lahan Aku membuka kelopak mataku, aku melihat Bunda. Aku bangkit dari tempat tidurku. ”Ya ampunn…. sudah jam enam, kalau tak cepat-cepat mandi aku akan terlambat” ujarku sambil melirik jam yang ada di sebelah ranjangku. Aku langsung berlari menuju kamar mandi.

Setelah selesai mandi, Aku berjalan kebawah, untuk sarapan.
“Ayo cepat Risa!. Kita sudah hampir terlambat”perintah Ayah.Aku hanya mengangguk pelan.

“Habiskan sarapanmu Risa!! Bunda tak mau kau sakit.”seru Bunda sambil memasukan bekal ke tasku. Dengan lahap, Aku menghabiskan sarapanku.

Setelah sarapan aku mengecup kedua pipi Bunda, lalu berlari kecil menuju mobil. Disana Ayah dan Kak Rai menungguku.
“Hari ini ada pelajaran olahraga Risa?” tanya Ayah. Aku tersenyum kecil.
“Ada Yah…” Aku menjawab. Setelah lama berjalan dengan mobil, tiba-tiba Kak Rai yang tadi sedang mengutak-atik hpnya menjadi girang sekali.


“Ahhh… Lihat!!! Itu gedung sekolah Yah…” seru Kak Rai sembari menunjuk gedung sekolah yang sudah dekat. Beberapa menit kemudian mobil Ayah sampai didepan gerbang sekolah kami.

“Assalamu alaikum..” ucap aku dan Kak Rai serempak. ”Wa alaikumsalam” jawab Ayah
“Risa… kau belum mencium pipi Ayah?” seru ayah sambil tersenyum. Aku membalas senyuman Ayah semanis mungkin, “oh iya… lupa!” jawabku segera mencium kedua pipi ayah.
***

Aku bergegas pergi ke kelasku yang berada di pojok. Karena upacara sudah dimulai…..
Setelah menaruh tas di kelas, aku segera berlari menuju lapangan. Dan berdiri di sebelah Misa.

“Heii…. Kok kamu bisa telat?” bisik Misa.”Tadi … HH….aku..h… Tadi aku telat bangun… hh” jawabku dengan nafas terengah-engah. Upacara pun terus berlangsung, sampai akhirnya selesai.”Ya… anak-anak silahkan kembali ke kelas masing-masing!” perintah Pak Rahmat.

Semua anak-anak kembali ke kelas nya masing-masing…..
“Anak-anak karena minggu depan akan diadakan Pekan Olahraga Sekolah, kalian pulang jam 10.00. Jam 7.00 kalian harus latihan untuk masing-masing lomba, jam 8.00 kalian boleh istirahat. Dan jam 9.00 kalian kembali latihan dan Jam 10.00 kalian boleh pulang.” Jelas Bu Lia panjang lebar. Teman-teman ku bersorak girang, karena akan pulang lebih cepat dari biasanya.


Aku pergi ke lapangan, untuk latihan lomba lari estafet bersama Frida, Alia dan Lisa. Aku kaptennya. “Kalau sepatuku lepas di tengah jalan gimana ya…?” pikirku dalam hati. Aku semakin gugup saja.

“Kau gugup ya Ris??” bisik Alia. Aku kaget mendengarnya.
“Ti… Tidak kok… Aku tidak gugup Alia” jawabku.
“Yakin Riss? Mukamu pucat begitu…” ujar Frida khawatir.
“Tidak apa-apa kok Frid… Aku tidak apa-apa”” Tenang saja Riss… Aku akan berusaha sebisa mungkin.!!!” seru Lisa tiba-tiba.

Setelah selesai latihan, Aku pun pulang….
“Assalamu alaikum !!!” seruku. Namun tak ada jawaban, Aku teringat bahwa Ayah cuti.” Paling Ayah dan Bunda pergi.” batin ku. Aku pun berjalan menuju kamarku, dan ganti baju. Setelah itu aku kebawah untuk mengambil air minum. Tiba-tiba saja dari luar terdengar suara

“Assalamu alaikum..!!!” seru Kak Rai
“Wa alaikumsalam” jawabku.
“Ayah dan Bunda mana?” tanya Kak Rai.
“Mungkin pergi” ujarku sambil mengambil gelas. Setelah mendengar jawabanku Kak Rai pun pergi ke atas.

***

Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu datang yaitu Pekan Olahraga Sekolah, namu aku masih belum juga dibelikan sepatu olahraga.
“Risa.. Habiskan sarapanmu…!! Agar kau bisa menang!!” perintah Ayah. Aku hanya mengangguk pelan, sambil terus melahap sarapanku.

“Oh ya, Risaa… ini untukmu…” kata Bunda tiba-tiba, sambil membawa sebuah kotak.
“Apa ini Bunda?” tanyaku heran.”Buka saja!” perintahnya. Lalu aku membuka kotak tersebut. ”Wahhh…. Sepatu olahraga bertali yang kuinginkan…!” seruku kaget.
”Terimakasih Bunda… Kalau memakai sepatu ini, pasti tak akan lepas di tengah jalan. Dan pasti aku akan bisa lari dengan cepat.” kataku senang. Bunda tersenyum, dan berkata “Ya, semoga di lomba nanti kau bisa menang.”

TIN TIN…!!! Bunyi klakson mobil Ayah memanggilku. Aku langsung mengecup kedua pipi Bunda dan berlari masuk kedalam mobil.
***

Aku, Frida, Alia dan Lisa bersiap-siap di lapangan.
“ Kau gugup Risa?” tanya Lisa.
“ Tidak..!! tenang saja, aku sudah memakai sepatu baru kok..!!” seruku.
“Pokoknya kita harus berlari secepat mungkin!!” kata Frida dan Alia serempak “ Ok dehh!!..” jawabku enteng.

Aku menjadi pelari pertama. “ Rissaaa…. Lissaaa… Friddaaa… Aliaaa…” teriak penonton. Banyak juga penonton yang menyemangati lawanku.” Pasti kita akan menang!” ucapku. Lalu aku besiap karena lomba akan segera di mulai. ”Ready.. Get set.. GO…!!!” teriak Pak Rahmat.


Aku berlari secepat mungkin. Setelah sampai di putaran pertama Aku memberikan tongkatnya kepada Frida yang menerimanya dengan tangan kiri. “Ayoo Friiddaa…Lari yang cceepaaattt” Aku ikut menyemangati Frida. Putaran berikutnya Frida memberikan tongkatnya kepada Alia.


Alia berlari secepat kilat. Alia sangat semangat. Nah…putaran berikutnya, Alia memberikan tongkatnya kepada Lisa. Lisa tak kalah semangat nya. Sedikit lagi Lisa harus memberikan tongkatnya padaku, dan aku harus mengangkat tongkatnya. Namun… Chelsea menyusulnya, Lisa berlari secepat kilat, dan akhirnya memberikan tongkatnya kepadaku. Lalu aku pun mengangkatnya tinggi-tinggi.

Tim ku pun menang. Aku, Frida, Alia dan Lisa bersorak girang.

“Selamat ya..!!” kata Chelsea dan Meggi kepada timku.” Terimakasihh…” jawabku. Dan banyak juga lawan-lawan yang menyelamati timku. Para penonton yang menyaksikan bertepuk-tangan. Walau timku menang… Namun kami tak sombong.


Kami pun berganti baju. Setelah itu memakan bekal masing-masing. Kami memakan bekalnya di bawah pohon rindang didekat taman.
“Sudah kubilang kan kita pasti akan menang…..!!!” seru Lisa tiba-tiba, sambil membuka kotak makannya. Aku tersenyum mendengar ucapannya. Dan berkata…..
“ Ya… Benar…. Sudah tiga kali kita memenangkan lomba lari estafet. Dan sekarang kita menang lagi.”


Kami berbincang cukup lama sambil tetap memakan bekal yang kami bawa. Sampai tak tau kalau Bu Lia menghampiri kami dan memberikan ucapan selamat.
Setelah itu aku pun pulang.

Bunda menyambutku di rumah dengan senang, dan berkata “ Bagaimana lombamu? Apakah tim-mu menang?” Aku tersenyum manis mendengarnya.
“ Tentu saja… Berkat sepatu itu…” jawabku.” Bukan hanya berkat sepatumu Risa…” kata Kak Rai tiba-tiba. “ Tapi juga berkat kamu yang jago lari kan…” lanjut Bunda dan Kak Rai serempak.
Setelah malam tiba Ayah menanyakan juga apakah Aku menang atau tidak… Setelah ku ceritakan Ayah senang sekali…
“ Hebat! itu baru anak Ayah…” katanya… Dan kami semua pun tertawa.

Kamis, 29 Juli 2010

BURGER PERTAMAKU


Pelajaran di jam pertama hari ini adalah memasak. Pelajaran yang kurang kusukai. Gurunya adalah Bu Mai. Semua murid kelas 3 A berjalan menuju ke aula.

“Tema memasak kali ini adalah membuat BURGER” seru Bu Mai dengan suara lantang.

“Iya Buuuu…” koor aku dan teman-temanku.

Setelah Bu Mai mencontohkan cara membuat burger, murid-murid kemudian dipanggil satu persatu untuk mempraktekannya. Kamipun dipanggil sesuai nomor absen.

“Glek!” aku menelan ludahku, karena aku nomor absen pertama. Bu Mai melihat isi dari map berwarna hijau yang ia bawa. Itu tempat lembar absen untuk memasukan nilai.

“Aisha, silahkan maju ke depan!” perintah Bu Mai. Dengan grogi aku berlari pelan menuju depan aula.

Aku membuka satu bungkus roti burger dan mengambilnya satu. Aku mulai memotong tengahnya dengan perlahan. Karena aku kurang bisa memotong, maka hasilnya jadi berantakan.

“Nah Aisha… perlihatkan hasil potonganmu pada teman-temanmu!” ujar Bu Mai. Aku kaget. “Duuuuh.. aku malu nih kalau ditertawakan teman-teman” batinku. “Ayo Aisha, perlihatkan hasilnya!” perintah Bu Mai lagi.

Dengan malu-malu aku memperlihatkan hasil potongan rotiku. Semua teman-temanku cekikikan. Aku hanya tersenyum kecut. Lalu aku berlalu menuju kompor. Sejak kecil aku takut sekali dengan api. Aku juga takut dengan kompor. Aku terdiam melihat kompor yang lumayan besar itu.

“Lama banget sih…” gerutu Doni

“Iya iya” sahut Banu setuju

Setelah beberapa saat barulah aku memberanikan diri menyalakan kompor. Iiiiiih seram sekali. Aku meraih botol minyak goreng yang ada di samping kompor, dan menuangkannya sedikit ke dalam pan. Aku gugup, dan rasanya semua orang akan menghakimiku setelah ini, iiih sebel deh… sebeeell! Bu Mai malah tersenyum-senyum melihat raut mukaku. Kalau ada pelajaran memasak, semua temanku kesal dan bosan melihat tingkahku itu. Lalu, aku masukkan daging hamnya ke dalam pan yang sudah berisi minyak goreng yang kini sudah panas. Percikan minyak goreng panas sedikit mengenai tanganku. “Adouuuh! … panas!”, aku berteriak kecil, sambil menutupi tanganku. Akibat aku terlalu lama mengurusi tanganku, setelah beberapa saat, baru kusadari daging hamnya gosong !!!. “Wuaaah! Kok begini siiiih!? … nambah malu lagi deh!…,” rasanya aku ingin segera pulang ke rumah.

“Cepat dong… kami kan belum kebagian memasak nih!!” teriak teman-temanku.

“Ayo Aisha, hias dulu burgermu!” perintah Bu Mai, akupun mengangguk pelan dan tak menghiraukan teriakan teman-temanku.

Aku berjalan menuju tempat menghias. Kuambil dua iris timun dan kutaruh sejajar diatas burgerku. Karena terlalu kesal dengan teriakan teman-temanku, aku sampai salah mengambil botol saus tomat malah saus sambal padahal aku tidak suka pedas. Lalu kubentuk saos sambal seperti gambar wajah orang tersenyum. Tengahnya kuberi tomat kecil, nah lumayan lengkap, seperti wajah yang sedang tersenyum, aku takkan terlalu memalukan.

Bu Mai mengamati burgerku, lalu memasukan nilai pada map berwarna hijau yang ia bawa, lalu tersenyum. “Nilaimu 78 Aisha, kau boleh kembali ke kelas!” perintah Bu Mai.

Aku tidak memakan burgerku karena pedas. Aku menunggu temanku Lisa yang lihai memasak. Biasanya dialah yang mendapat nilai tertinggi pada pelajaran ini. Aku terbengong-bengong melihat aksinya memasak sampai tak sadar kalau anak paling bandel dikelas, Doni namanya, memperhatikanku.

“Hei Aisha, mustinya kapan-kapan kamu belajar memasak pada Lisa tuh. Jago banget dia!” canda Doni. Doni juga pintar memasak, tapi… aku sama sekali tak kagum padanya. Karena ia selalu saja mengejekku. Aku hanya memalingkan muka. Setelah Lisa selesai kami berdua kembali ke kelas. Kebetulan Aku sebangku dengannya. Lisa melahap burger bikinannya, sedangkan aku tak berani, bahkan untuk menggigit sedikit burger yang terlalu pedas milikku.

“ Kenapa Aisha? Makan dong burgermu!”

“ Rasanya pedas, Aku tidak mau..” gerutuku sambil tersenyum kecut.” Kalau begitu Aku juga tak mau memakan burgerku..” jawabnya. Aku tidak suka makanan yang pedas tapi aku ingin menemani Lisa makan, dengan terpaksa aku memakan burgerku.

Setiap satu suapan burgerku, aku harus minum karena pedas. Tiba-tiba.. Doni datang dengan wajah bangga.

“ Lihat semua… Aku mendapat nilai 97 lagi dong..” katanya menyombongkan diri. Aku dan Lisa tak menjawab celotehnya.

“ Hey Sha…!! Praktek memasakmu GATOT lagi ya..??” candanya. Walaupun ia bercanda tetap aku tak menjawab.

“”” Sudah Sha.. Jangan dihiraukan” kata Lisa. Aku hanya mengangguk.

Bel pulang pun berbunyi. Semua anak-anak berhamburan keluar kelas. Aku langsung pulang. Sesampainya di rumah setelah ganti baju, aku langsung ke dapur. Dan kuingat-ingat cara membuat burger. Setelah itu Aku menyiapkan bahan-bahannya dan mencoba mengulang membuat burger. Akhirnya… yesss Aku berhasil juga membuat burger. Setelah jadi.. Aku mencoba memakan nya. Lezaaaatt…. Kataku..

Kini, setiap ada pelajaran memasak, aku selalu mendapat nilai bagus. Tidak GATOT lagi… .. Dan sekarang Doni tak lagi berani mengejekku, karena teman-temanku yang lain justru menyukai burger bikinanku.

***

Buku Dongeng Milik Kakak ( Cerpen Pertamaku )



Amanda Nia Aziza, yaitu nama seorang anak perempuan kecil yang biasa dipanggil Nia. Nia senang membaca buku dongeng, suatu hari ketika pulang sekolah Nia melepas sepatu dan kaos kakinya juga mengganti baju sekolah dengan baju rumah. Lalu Nia sholat dzuhur. Nia menunggu ibunya pulang kerja sambil membuka lemari buku. “Huh… tidak ada lagi buku dongeng baru, semua sudah kubaca. Aku bosan.” katanya, sambil kesal dia berpikir cepat, “ Oh iya kakak kan punya banyak buku dongeng dan belum kubaca, tapi kakak belum pulang sekolah aku belum meminta izin padanya….. bangaimana dong?.... ahhh…. Aku tidak peduli toh sebentar lagi kakak pulang.” katanya dalam hati, ia melesat lari ke lantai dua. Perlahan ia membuka pintu kamar kakaknya lalu ia mencari buku dongeng milik kakaknya. “Aha… ini kan buku dongeng yang populer di sekolah yang tak bisa kubeli karena harganya mahal.” kata Nia senang. Memang peraturan di rumahnya harus membeli barang dengan uang sendiri, bunda hanya mau mengantar membeli saja. Nia lalu kembali ke kamarnya. “Hahaha lucu banget ceritanya” kata Nia sambil tertawa.

“Assalamualaikum, aku pulang” kata kakaknya Nia yang bernama Nina.
“Assalamualaikum, Bunda pulang” serentak tiba-tiba Bunda juga memberi salam.
“Eeeeh… kakak, bunda, waalaikumsalam.” Jawab Nia.
“Huuuuft hari ini panas sekali ya.” kata Nina.
“Ng… kakak, ng aduh, ng kakak.” Nia lupa apa yang ingin diucapkannya tadi.
“Apa sih, aneh” sahut Nina.
“Aduh, tadi aku mau bicara apa ya? aku lupa.” batin Nia.
“Oh ya, kalian sudah lapar belum? kalau sudah Bunda buatkan nasi cap cay dan jus melon.” kata Bunda tiba-tiba.
“Sudah dong Bunda” kata Nia dan Nina berbarengan
Sementara itu Nia masih memikirkan apa yang ingin ia bilang pada kakaknya. Nia terus membaca buku dongeng milik kakaknya.

Karena terlalu asyik membaca buku dongeng milik kakaknya, Nia sampai membawa buku itu ke sekolah tanpa izin dari kakaknya. Keesokan harinya di kantin sekolah ketika waktu istirahat, Nia dan Fira duduk berdua di bangku, Nia masih tetap membawa buku dongeng itu. “Nia, kau selalu membawa buku dongeng itu ya?” kata Fira tiba-tiba, Nia mengangguk sambil tersenyum. Nia dan Fira bersahabat sejak mereka TK sampai sekarang mereka duduk di kelas 2 SD. Nia tidak memakan bekal miliknya, ia malah membaca buku dongeng yang ia bawa, tentu saja hal itu membuat Fira heran. Makan bekal di kantin sekolah sudah menjadi kebiasaan kedua sahabat kecil itu. Fira pun bertanya kembali.
“Nia, makan dong bekalmu!”
“Iya iya… tunggu tanggung nih, hihihi.” jawab Nia
“Memang apa sih serunya buku itu?” Fira bertanya
“Seru banget, seru abissss!!” jawab Nia sambil tersenyum lebar
“Ng….. boleh aku pinjam buku itu?” kata Fira
“Boleh.” Nia langsung menjawab sambil mengangguk
“Kriiiiinnng…. Kriiiingggg” bel tanda waktu istirahat habis berbunyi.
Nia dan Fira kembali ke kelasnya.

Saat tiba di rumah sepulang sekolah, Nia mengucapkan salam “Assalamualaikum…..”
“Waalaikumsalam” Nia kaget bunda dan ayah belum pulang kerja dan kakaknya ternyata sedang menonton TV.
“Lho kok kakak sudah pulang, cepat sekali?” Nia bertanya.
“Kelasku dijadikan tempat rapat guru jadi kelasku diliburkan.” Jawab Nina lembut, ia memang amat pendiam tetapi pintar, hobinya membaca buku juga.
“Assalamualaikum, Bunda pulang!” tiba-tiba Bunda datang.
“Waalaikumsalam Bunda….!!”serentak Nia dan Nina menjawab.
“Bunda mau memasak semur ayam, tunggulah pasti kalian lapar.” Bunda mengira-ngira.
“Iya bunda.” Jawab Nia.
“Sambil menunggu makan, mainlah atau baca buku sebagai penghibur.” lanjut bunda lembut.
“Nia…… Nia…. Main yuk!” Nia melihat ke arah jendela ruang tamu ternyata Izza, Ovie dan Ajeng mengajak Nia bermain. Nia keluar rumah
“Eh teman-teman, aku ganti baju dulu ya!” kata Nia, semua temannya mengangguk sambil tersenyum. Nia melesat berlari ke kamarnya dan berganti baju. Tapi ketika keluar kamar……
“Nia, kamu lihat buku dongengku yang berjudul Sleep Doll tidak?” tanya Nina tiba-tiba, Nia pun kaget sambil langsung menggelengkan kepalanya.
“Wah kau tidak tahu ya padahal buku itu baru kubeli , kenapa bisa hilang ya?” keluh Nina seraya kembali ke kamarnya.
“Eh kalau tidak salah buku Sleep Doll kan buku yang kupinjam dari kakak dan sekarang ada di Fira.” Kata Nia dalam hati.
Nia keluar dari rumah dan menghampiri teman-temannya
“Maaf Izza, Ovie, Ajeng, aku tidak bisa main sekarang.” kata Nia dengan wajah murung.
“Kenapa? Kita kan sudah janji kemarin mau main di lapangan.” Ajeng menyambar.
“Ajeng… kamu ini.” Ovie mendorong Ajeng, “Ya sudah kalau tidak bisa besok saja ya….kita tidak memaksa kok!” Izza menghibur, mereka pun pergi. Nia masuk ke rumah,
“Lho kenapa tidak jadi main Nia?” masakannya masih lama siapnya kok!” Bunda bingung.
“Tidak kok Bunda, Nia mau belajar saja.” Nia pergi ke kamarnya dan segera menutup pintu sambil meneteskan air mata.
“Kakak pasti marah.”keluhnya, “Waaaaaaa…” ia menangis kencang, mengambil boneka Teddy bearnya dan memeluknya erat. Ia menyesal, “Mustinya aku minta izin dulu pada kakak, sekarang kakak pasti sedih bukunya hilang….. aku menyesal…. Menyesaaalll.” keluhnya dalam hati. “Braaaakkk” suara pintu kamar Nia terbuka.
“Nia kenapa kau tiba-tiba menangis”Nina tiba-tiba datang karena khawatir pada adiknya.
“Ti..tidak Kak,aku…minta maaf sebenarnya aku yang mengambil buku kakak, sekarang Fira sedang meminjamnya”jelas Nia.
“Tidak apa-apa kok….yang penting Nia menjaga buku itu dengan baik” Nina menenangkan adik nya yang masih terisak.

Pagi harinya di sekolah , Fira mengembalikan buku Sleep Doll kepada Nia…..
“Ini Nia bukunya seru banget lho !” jelas Fira dengan wajah senang
“Iya, terimakasih” kata Nia dengan wajah murung.
“Kamu kenapa sih? kok lemas? kamu begadang nonton bola ya?” canda Fira, namun sepertinya agak khawatir memikirkan temannya.
“Ngg….Akuu…” belum sempat Nia melanjutkan perkataannya bel masuk pun berbunyi.sampai membuat Nia kaget. Semua anak-anak masuk ke kelas masing-masing.

Ketika tiba di rumah….
Nia membuka kaos kaki dan melepas sepatunya, wajahnya tampak murung ketika mendekati ruang tamu. Nia melihat Bunda yang sedang membaca koran dan Nina yang sedang membaca buku dongeng.
“Assalamuallaikum”kata Nia.
”Walaikumsalam” Bunda dan Nina menjawab. Nia menunduk sambil mendekati Nina pelan-pelan,
“Ada apa sih? kalau ada yang ingin ditanyakan jangan malu-malu!” tegur Nina
“Ng… kak ini buku dongeng milik kakak.” kata Nia sambil memberikan buku milik kakaknya
“Wahh…!!! Terimakasih Nia.” Kata Nina senang
“Kakak tidak marah?” Nia bertanya
“Tentu tidak!” jawab Nina

Mereka memang dua bersaudara yang lucu dan saling mengasihi.



Pamulang, 18 April 2010

Karya : Alyssa shafa Zahra

Sabtu, 24 Juli 2010

Catatan Kecil Alyssa

Papaku telah membuatkan blog ini sebagai tempat untuk bercerita tentang pengalaman-pengalaman yang aku alami .... disekolah, di rumah dengan Kakak, Mama maupun Papa juga dengan teman-temanku